Di-PHP-in Akhirnya Masuk UIM (bag.2)

Sesampainya giliranku, ya ku jawab deh pertanyaannya sebisanya. Pertanyaannya nggak muluk-muluk kok, seingatku cuma tiga pertanyaan.
Syeikh: “Kamu hafal al-Qur’an berapa juz?”
Ana: “Ana sudah habiskan 30 juz ya syeikh, cuma perlu diulang lagi karena masih lemah, yang 12 juz lumayan kuat.”
Syeikh: “Coba kamu baca surat al-Furqan.”
Aku baca hafalan surat al-Furqan dua atau tiga ayat saja.
Syeikh: “Thoyyib, cukup, apa arti Ihsan?”
Ana: “Beribadah kepada Allah #l seorah-olah kau melihatnya, kalau kau belum merasa melihatnya, sejatinya Allah #l melihatmu.”
Syeikh: “Thoyyib, cukup. Panggil temanmu yang belum.”
Begitu saja isi wawancaranya, jauh-jauh kita datang dari Sukabumi, capek-capek, sampai rela pinjam uang, cuma untuk wawancara 5 menit?! 
Setelah semua dites, kita kembali ke penjara suci di Sukabumi. Minggu demi minggu, bulan demi bulan kita lewati tanpa ada kabar sama sekali. Kata teman-teman,“Biasanya tahun depan baru diberi tahu hasil tesnya mas.”
Semester 6 sudah lewat, hari kelulusan D3 Ma’had sudah lewat, kuputuskan untuk melanjutkan studi S1 di Fakultas Syariah Universitas al-Ghommas, sebagai angkatan pertama, di komplek yang sama, dosen yang sama,  dengan peraturan yang hampir sama dengan Ma’had ar-Raayah, hanya saja yang ini setara S1. 
Kebanyakan temanku memilih untuk pergi meninggalkan Sukabumi melanjutkan kuliah di Kota lain, sebagian lagi memilih untuk langsung terjun mengajar dan berdakwah di kampung halamannya.
Niatku sudah kokoh untuk tetap menuntut ilmu di al-Ghommas, “Gak usah mikir jauh-jauh lah, buat apa kuliah jauh-jauh, di sini juga ada tempat menuntut ilmu, yang
pentingkan ilmunya, bukan tempatnya.” Tak ada lagi pikiran untuk kuliah di tempat lain, apalagi di luar negri, kejauhan buat mikir ke situ. 
Hanya seminggu aku sempat kuliah S1 di al-Ghammas University, eh ada kabar lagi, katanya daftar nama mahasiswa yang diterima di Universitas Islam Madinah sudah diumumkan. Aku sama temen-temen yang masih tetap di al-Ghommas pergi bareng-bareng ke kantor sekretaris untuk menengok kabar yang ada.
Nama demi nama kita baca mulai dari atas. Eh, ada nama teman yang kemarin ikut tes, ada nama yang tidak ku kenal, anehnya ada nama teman yang tidak mengirim berkas dan tidak ikut tes sama sekali, tapi namanya tercantum! Di barisan bawah ternyata namaku ada, dan aku yakin kalau itu namaku karena tak ada lagi nama yang sama dengan nama abahku.
Saking senangnya, saat itu juga aku sujud syukur di samping meja computer ke arah bukan kiblat. “Loh ndar, kiblatnya ke sana, bukan ke situ” kata teman. “Oh iya,” aku pun sujud lagi. Tak terasa mataku berkaca-kaca lalu menetes air mata saat sujud, tapi ku sembunyikan di hadapan teman-teman. “Alhamdulillah akhirnya, inilah kabar gembira setelah berkali-kali di PHP-in oleh kabar yang tak jelas.”
Subuh keesokan harinya, aku menghadap Syeikh Abu Aiman, dosen asal Komoro yang lagi duduk di masjid.
Ana: “Syeikh… mmmm, anu syeikh” gimana ya… saya diterima di Madinah tapi kan udah kuliah di sini”
Abu Aiman: “Terus?!”
Ana: “Gimana syeikh?”
Abu Aiman: “Ya kamu mau kuliah di sini apa di Madinah?” dengan nada menyentak.
Ana: “Mmm… di Madinah Syeikh”
Abu Aiman: “Ya Sudah! Kamu siap-siap, besok kamu pulang. Awas kalau sampai besok aku melihatmu di sini, aku usir!”
Yaa… begitulah dosenku yang satu ini, kelihatannya saja marah-marah, tapi kutahu kalau dia itu baik dan senang aku dan teman-teman dengan ijin Allah #l bisa diterima di Universitas Islam Madinah, tempat beliau dulu kuliah. Keesokan harinya aku pulang ke Malang, memberi kabar ortu dan mempersiapkan diri sebelum keberangkatan menuju Kota Madinah tahun itu juga.

A Month Later
Setelah proses pengurusan yang agak rumit. Akhirnya aku dkk berangkat ke Madinah tepat tanggal 5 November, hari kelahiran abahku (makanya sampai sekarang masih inget). Saat itu pula aku seumur-umur pertama kali naik persawat terbang ke luar Negeri! (yey...^^)
Selama 9 jam kita terbang naik maskapai Saudi Airlines. Aku baru tahu ternyata di dalam pesawat itu luar biasa yah, dikasih makan 2 kali, jus buah juga ada, disediakan film terbaru di depan kursi, dikasih headset, selimut dsb. Luar biasa masyaallah deh pokoknya.
Kita turun langsung di kota Madinah pada malam hari, waktu landing pun kita bisa lihat lampu-lampu kuning perkotaan yang katanya itu adalah kota Madinah (emang kota Madinah). Begitu keluar dari pintu pesawat, aku sudah melihat dunia yang lain, dunia yang sangat berbeda dari yang biasa kulalui sehari-hari. Berbeda mulai dari bau tanahnya, suhu udaranya, penampilan orangnya, dan bahasa percakapannya. 
Kalau di Indonesia kita lihat pohon di mana-mana, di Madinah hampir tidak ada pohon kecuali di kota, semuanya pasir kuning, awan-pun jarang keliatan, apalagi hujan. Dan yang mengejutkan lagi, di sinilah dulu Nabi Muhammad #n dan parasahabat-sahabatnya #a menginjakkan kaki mereka berjuang menegakkan agama Allah #l, kerenkan.
Sesampainya di asrama barulah naik bus, hal pertama yang kita pikirkan adalah, “Aku pengen cepet-cepet ke Masjid Nabawi, bertemu Rasulullah” pasti itu dah, apalagi buat mereka yang baru pertama kali ke kota Madinah. 
Singkat cerita saja nihya, waktu melihat masjid Nabawi tuh, tak terasa mata nih mengeluarkan air mata, gak tau kenapa, pokoknya nangis aja deh. Dipikir-pikir, karena dari dulu ane liat masjid Nabawi cuma yang di kalender rumah, di Koran, di TV atau cuma cerita-cerita saja waktu di kelas tentang sejarah kenabian.Ya jelaslah, senengnya bukan main karena bisa pegang langsung tuh apa yang bertahun-tahun cuma teori di kelas.
Ngomong-ngomong masalah kampus nih ya, emang bener deh, di Universitas Islam Madinah banyak banget kelebihannya yang gak bakal ditemukan di kampus lain di seluruh jagat raya manapun. Selain studi resmi di kampus, di Kota Madinah kita bisa mengikuti kajian-kajian tambahan dari guru-guru besar, imam-imam besar masjid Nabawi, tinggal kita pilih cabang apa yang kita mau, entah tafsir, hadits, aqidah, adab dsb. 
Di Madinah, kita juga bisa shalat di masjid Nabawi dong, so pastilah, pahala shalat sekali setara 1000 kali lipat pahala shalat di manapun kecuali Masjidil Haram. Kita juga bisa Umrah ke Baitullah tiap minggu (kalau mau), cuma butuh biaya 150 real-an buat biaya perjalanan Madinah-Mekah plus makan. Kita juga bisa bertemu saudara-saudara kita dari seluruh dunia, semua sarana-prasarana dimudahkan, mukafaah cukup tiap bulan, pokoknya banyak deh nikmat-nikmat yang ada di kota Rasul ini. Makanya kita mesti banyak-banyak bersyukur dan memanfaatkan momen yang ada. Karena tidak selamanya kita berada di Kota Rasulullah #n.
Sebagai pelajaran saja, 2 hal yang sangat aku andalkan agar bisa sampai kuliah di Universitas Islam Madinah, bukan usahanya, tapi tawakkal dan doa orang tua. Semoga menginspirasi.

oleh: Iskandar Alukhal, Mahasantri Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, Fakultas Syariah Semester 6.
Kisah ditulis atas permintaan majalah-elfata.com agar mengisahkan cerita seorang mahasiswa sebelum bisa masuk Universitas Islam Madinah. 

Label: , , ,